Lama aku tak melihat kunang-kunang
sekumpulan,bersayap, dan terbang
Berjalan-jalan untuk menghidupkan kembali kota
dari malam dan kemalangan
Mereka masih ada, hanya sembunyi dan tak hilang
Aku percaya mereka akan kembali
membawakan cahaya-cahaya kecil penerang mimpi
Jika kota telah hilang
dan desa mati lampu
dan semua orang berubah menjadi sendu
Ia akan datang
Jika semua orang rindu
pada kunang-kunang
Minggu, 30 September 2012
Sabtu, 29 September 2012
Doa
tiga puluh menit sebelum tidur dan esok datang
menjemput masa masa yang tidak terduga
Malam ini ia bercerita kepada Tuhannya
tentang anak-anak domba yang tak habis-habisnya mati dimakan penyakit
dan induknya yang tinggal seorang saja tanpa pendamping usia
tentang kesatria berkuda yang berwarna cokelat muda
yang lupa menjemput putri raja
tentang negara republik dan negara raja
yang jelas-jelas berbeda
dan demokrasi kini mengubah segalanya
yang kaya semakin kaya
dan pemilik sengsara tetap pada tempatnya
'Negara bukan kapitalisme'
kataku diantara embekan suara domba
Ia ingin tidur
tapi ia tak tega
meninggalkan hari
tanpa melakukan apa-apa
Malam ini ia berdoa kepada Tuhannya
semoga hari esok tetap ada...
Selasa, 25 September 2012
TAK TERSENTUH
By : Albert Caesar Pasaribu and me
Aku melihatmu sebagai bulan,
penuh
Meski tersisa sebagai sabit
dan cahaya palsu
Aku mendengarmu sebagai riuh,
yang pecah dalam keheningan
dan berlari pelan
Aku menangkap rindu
dan membisikkannya dalam senyap suara
sebuah pesan berwujud rasa
Aku menggenggammu seperti angin,
yang menari halus dalam tangan
menyusup dari balik jemari dan menerobos keluar,
Kamu lepas
tak tertangkap
Kamu bebas
tak tersentuh
dan
hilang......
Sabtu, 22 September 2012
PRIA BERBAJU TENTARA
Akan kuceritakan padamu tentang pria berbaju tentara
yang sedang merangkul kemudi erat-erat
yang kayuhnya tak sempat berlari
yang ditempa sengatan matahari dan tak mampu menolaknya
yang mengerti bahwa nasib adalah karunia
Ia bukan siapa-siapa
hanya tukang becak yang berbaju tentara
yang terus mengayuh
agar tetap hidup
yang sedang merangkul kemudi erat-erat
yang kayuhnya tak sempat berlari
yang ditempa sengatan matahari dan tak mampu menolaknya
yang mengerti bahwa nasib adalah karunia
Ia bukan siapa-siapa
hanya tukang becak yang berbaju tentara
yang terus mengayuh
agar tetap hidup
Rabu, 19 September 2012
SAJAK ALAS KAKI
Barangkali kaki
namun hanya seberkas telapak saja
Diinjak
bukan karena tak sengaja terinjak
Menipis
seiring terlalu lama dikikis
oleh masa dan tanah
seakan mendapat tekanan atas bawah
Kemarin dia menggugat
meminta kenaikan derajat
Oleh empunya dia dinaikkan beberapa mili
Sejak itu ia merasa tinggi
meski sesungguhnya dia tak mendapat apa-apa
selain tetap berada di bawah
Empat
LAMPU NEON
Terang
Benderang
Meski tak semegah bintang
Kuning mesra
seakan melambai memanggil bagi yang menggigil
untuk bercerita tentang kehangatan cahaya
Malam datang
Malam menghilang
Kini pesonanya meredup
dan tak dapat bicara
hanya mampu bercakap-cakap
lewat cahaya dan rasa
Benderang
Meski tak semegah bintang
Kuning mesra
seakan melambai memanggil bagi yang menggigil
untuk bercerita tentang kehangatan cahaya
Malam datang
Malam menghilang
Kini pesonanya meredup
dan tak dapat bicara
hanya mampu bercakap-cakap
lewat cahaya dan rasa
Kamis, 13 September 2012
Kesiangan
Aku dikalahkan setan
Terbangun kala matahari datang menantang
meski sedikit malu-malu bersembunyi di balik tiang
Sedang jam dinding satu menit lalu telah memakan angka delapan
Pagi ini kepalaku dirantai setan
Tidur dalam kelelapan
Ketika matahari berumur sedemikian jam
aku gelagapan
dan,
bukannya aku marah, namun lantas terdiam
dan tiba-tiba menyadari
kesempatanku telah melebur, menghilang
bersama hari yang siang
Terbangun kala matahari datang menantang
meski sedikit malu-malu bersembunyi di balik tiang
Sedang jam dinding satu menit lalu telah memakan angka delapan
Pagi ini kepalaku dirantai setan
Ketika matahari berumur sedemikian jam
aku gelagapan
dan,
bukannya aku marah, namun lantas terdiam
dan tiba-tiba menyadari
kesempatanku telah melebur, menghilang
bersama hari yang siang
JELAJAH BEKAS LAUT
Minggu
lalu saya mengikuti kegiatan menjelajahi Karst Citatah, Padalarang, Bandung
yang diadakan Himpunan Mahasiswa Geologi ITB. Keputusan saya untuk mengikuti
perjalanan tersebut adalah selain untuk menyambung ikatan saya dengan alam agar
tidak samar-samar kemudian hilang adalah untuk membuktikan pernyataan dosen
saya bahwa ‘Dulu Bandung adalah laut’.
Saya percaya tidak percaya dengan statement tersebut. Setengah percaya karena beliau adalah dosen senior yang mengetahui seluk beluk bumi. Setengah tidak percaya karena saya belum membuktikan bahwa cerita itu benar adanya dan dapat diyakini sebagai fakta. Setelah membaca tulisan di bawah, Anda dapat turut menyimpulkan apakan Bandung dulu memang laut atau bukan.
Perjalanan dimulai dari Gunung Hawu, yang menurut jenis batuannya merupakan jenis gunung kapur. Adanya gunung kapur dapat dijadikan argument untuk mendukung pernyataan bahwa dulu Bandung adalah laut. Mengapa? Gunung kapur atau secara lebih umum, gunung yang penyusunnya merupakan batuan karbonat kemungkinan besar terbentuk di laut walaupun ada kemungkinan juga terbentuk di darat. Jadi beberapa juta tahun lalu kota yang kita tempati sekarang ini bisa dikatakan rumah ikan purba.
Saya percaya tidak percaya dengan statement tersebut. Setengah percaya karena beliau adalah dosen senior yang mengetahui seluk beluk bumi. Setengah tidak percaya karena saya belum membuktikan bahwa cerita itu benar adanya dan dapat diyakini sebagai fakta. Setelah membaca tulisan di bawah, Anda dapat turut menyimpulkan apakan Bandung dulu memang laut atau bukan.
Perjalanan dimulai dari Gunung Hawu, yang menurut jenis batuannya merupakan jenis gunung kapur. Adanya gunung kapur dapat dijadikan argument untuk mendukung pernyataan bahwa dulu Bandung adalah laut. Mengapa? Gunung kapur atau secara lebih umum, gunung yang penyusunnya merupakan batuan karbonat kemungkinan besar terbentuk di laut walaupun ada kemungkinan juga terbentuk di darat. Jadi beberapa juta tahun lalu kota yang kita tempati sekarang ini bisa dikatakan rumah ikan purba.
Sedangkan nama
‘Hawu’ sendiri berasal dari bahasa Sunda yang berarti tungku. Penamaan Hawu yang
dilakukan oleh masyarakat setempat dimaksudkan untuk memvisualkan bentuk gunung
yang seperti tungku tersebut ke dalam bahasa agar dengan hanya mengetahui namanya, orang-orang tahu bentuk gunung Hawu. Layaknya tungku, gunung ini
mempunyai dua lubang yaitu lubang untuk ‘memasukkan kayu’ dan tempat ‘keluarnya
api untuk memasak’.
Pada awalnya gunung tersebut berbentuk seperti gunung biasa, kerucut tumpul di bagian atasnya. Namun, ketika hujan datang, tetesan air tersebut dapat bertingkah ‘agresif’ terlebih lagi bila mengandung karbondioksida. Dengan begitu, terjadilah reaksi kimia antara air, karbondioksida, dan asam karbonat yang terkandung dalam gunung kapur sehingga akan membentuk lubang bagian atas gunung karena menggerus unsur karbonat dalam gunung. Proses karstifikasi tersebut terjadi seterusnya hingga lubang di atas gunung menjalar kemudian menjadi lubang baru di bagian samping gunung.
Pada awalnya gunung tersebut berbentuk seperti gunung biasa, kerucut tumpul di bagian atasnya. Namun, ketika hujan datang, tetesan air tersebut dapat bertingkah ‘agresif’ terlebih lagi bila mengandung karbondioksida. Dengan begitu, terjadilah reaksi kimia antara air, karbondioksida, dan asam karbonat yang terkandung dalam gunung kapur sehingga akan membentuk lubang bagian atas gunung karena menggerus unsur karbonat dalam gunung. Proses karstifikasi tersebut terjadi seterusnya hingga lubang di atas gunung menjalar kemudian menjadi lubang baru di bagian samping gunung.
Gunung Hawu
Goa Pabeasan
Setelah melihat dengan kacamata sendiri dan ternyata penamaan tersebut memang bermakna, perjalanan dilanjutkan menuju Goa Pabeasan yang terletak tidak terlalu jauh dari Gunung Hawu, karena memang masih satu kompleks Kars Citatah. Seperti goa pada umumnya, disini banyak terdapat stalaktit dan stalagmite di mulut-mulut goa.
Nama Pa-beas-an masih berasal dari bahasa Sunda yang berarti tempat beras. Tidak jauh dari goa Pabeasan, saya melihat beberapa beberapa pemanjat tebing yang tanpa ragu-ragu memanjat semakin tinggi ke puncak tebing. Saya pikir mereka juga seperti saya, membuktikan sesuatu, namun apa, yang jelas berbeda. Mungkin tingkat strees batuan atau yang lain saya tidak tahu.
Kembali lagi soal goa, adanya
goa bisa menjadi argumen kedua untuk mendukung pernyataan bahwa Bandung pernah
menjadi laut. Karena goa merupakan hasil pelarutan batuan-batuan karbonat, dan
bila air mengalir di batuan karbonat dapat melarutkannya sehingga dapat
terbentuk stalaktit atau stalagmite.
Berbicara mengenai Bandung dan laut, saya teringat ulasan singkat di Kompas beberapa hari yang lalu. Ternyata menurut cerita yang beredar di masyarakat, dulu Bandung merupakan sebuah danau besar, dan nama Bandung sendiri berasal dari kata bendung. Bendung yang merupakan penggalan dari kata bendungan diambil untuk penamaan kota ini karena Bandung diapit oleh gunung-gunung yang menjadikannya cekungan atau seakan-akan sebuah bendungan.
Tujuan
ketiga yakni Stone Garden. Stone garden merupakan 'taman batu' karena di perbukitan ini terdapat hamparan batu yang jumlahnya tiada terhitung. Batu-batu tersebut bukan hanya batu biasa,
menurut penuturan interpreter di kegiatan jelajah alam ini batu-batu purba tersebut merupakan koral setelah dilihat dari ciri-cirinya .Bukti keberadaan koral
tersebut merupakan bukti terkuat untuk mendukung ‘cerita’ dosen saya. Karena,
kita semua tahu asal-usul koral adalah dari laut.
Stone Garden
Asap
tersebut merupakan pembakaran batu gamping yang digunakan untuk industry cat
tembok, sebagaimana diketahui bahwa batu kapur merupakan salah satu bahan utama pembuatan cat
tembok, karena kandungannya.
Pertanyaan-pertanyaan
di atas memang sulit dijawab. Siapa pun yang berusaha menjawab bisa jadi tidak
menemukan jawaban yang diharapkan. Atau pihak-pihak yang berada di baliknya
akan dengan sangat yakin menjawab bahwa kegiatan penambangan tersebut sangat
berguna untuk pembangunan. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa dalam hati nurani
kita ingin teriak bahwa kita masih ingin tetap hidup bersandingan dengan alam.
Perjalanan yang memakan waktu setengah hari itu menunjukkan pada saya bahwa manusia telah dengan sendirinya berusaha menjauh dari alam. Manusia sibuk dengan berbagai kegiatannya tanpa mengetahui manfaat eksistensi alam untuk keberlansungan hidup semua yang hidup di bumi.
Langganan:
Postingan (Atom)